Wednesday, December 15, 2010

Dua Puluh Lima Desember

Tanpa terasa satu bilangan tahun lagi hampir kita lewati dan masukkan dalam gudang kenangan. Berbagai pergumulan dan sejumlah anugerah telah kita nikmati. Tahun yang baru telah siap menyambut kita dengan segala kerumitan dan kebahagiaan di dalamnya. Memasuki bulan Desember, segenap orang Kristen dan gereja sibuk mempersiapkan diri untuk memperingati hari Natal. Sejauh manakah kita mengenal akan tanggal yang selalu diperingati sebagai hari Natal itu?

Tahun Kelahiran Yesus

Kita dan penanggalan internasional setiap tahun selalu menempatkan hari Natal pada tanggal 25 bulan Desember, dan menceritakan kepada anak Sekolah Minggu kita itulah tanggal kelahiran Yesus. Sebagian orang (termasuk salah satu media massa yang terbit di Jakarta baru-baru ini), dengan pemikiran kalau dalam bahasa Inggris ada sebutan 'Before Christ (B.C.)' atau 'Sebelum Masehi (S.M.)' untuk menyebut tahun-tahun sebelum kelahiran Yesus dan 'Anno Domini (A.D.)' atau 'Masehi (M)' untuk tahun sesudahnya, maka mereka menganggap Yesus lahir tepat pada tahun 0 Masehi. Padahal sebenarnya tahun 0 Sebelum Masehi dan/atau tahun 0 Masehi itu tidak pernah ada. Jadi kalau begitu, tahun berapakah Yesus lahir? Sebagian orang yang lain berpegang bahwa tahun 4 Sebelum Masehi adalah tahun kelahiran Yesus. Mengapa bisa begitu? Bukankah digunakannya tahun 'Masehi' adalah untuk memisahkan tahun sebelum dan sesudah kelahiran Yesus?

Menurut catatan Flavius Josephus, seorang ahli sejarah yang hidup pada tahun 37-100 Masehi (jadi tidak terlalu jauh dari masa kehidupan Yesus), dapat diketahui bahwa Herodes yang disebutkan dalam Matius 2:1 ".... pada jaman Raja Herodes .." adalah Herodes Agung, yang hidup dari tahun 73-4 Sebelum Masehi. Raja Herodes inilah yang menyebabkan Yesus diungsikan ke Mesir. Baru setelah kematiannya, Yesus kembali dari pengungsian (lihat Matius 2:19-20). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa Yesus dilahirkan sekurang-kurangnya beberapa tahun atau bulan sebelum 4 S.M. Dan menurut dugaan yang lazim, kelahiran Yesus adalah antara tahun 8 dan tahun 5 s.M.


Benarkah Yesus Lahir Tahun 5 s.M.?

Pada jaman itu, tahun dalam kekaisaran Romawi dihitung dari tahun berdirinya kota Roma. Tahun Romawi disebut AUC, singkatan dari Ab Urbe Condita, yang berarti 'sejak berdirinya kota'. Kemudian pada abad ke-6, atas perintah Kaisar Justinian, seorang rahib bernama Dionisius Exigius membuat kalender baru. Ia mengganti perhitungan tahun Romawi dengan tahun Masehi, yang dimulai dari kelahiran Yesus. Tetapi di kemudian hari barulah diketahui bahwa ia membuat kekeliruan hitung. Ia menempatkan kelahiran Yesus pada tahun 753 AUC, padahal seharusnya pada tahun 749 atau 747 AUC. Kekeliruan ini sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Dan sampai sekarang kita pun sudah terlanjur menggunakan tahun hasil perhitungan Dionisius itu, yang sebetulnya empat atau lima tahun terlambat dari kenyataan kelahiran Yesus.


Lalu Bagaimana dengan Bulan Kelahiran-Nya?

Apabila kita melihat di peta, maka kita akan menemukan bahwa Israel terletak di sebelah utara garis khatulistiwa, hampir sejajar dengan Jepang, yang berarti bulan Desember adalah musim dingin. Bagaimana dengan catatan Injil yang menjelaskan tentang para gembala pada malam kelahiran Yesus dalam Lukas 2:8 "..gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam"? Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran Yesus pasti bukanlah pada bulan Desember.

Seseorang bernama Klemens dari Alexandria membuat perhitungan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon, yaitu tanggal 20 Mei. Tetapi itu pun bukan merupakan suatu kepastian.


Mengapa Kita Tidak Punya Tanggal Kelahiran Yesus yang Pasti?

Pada jaman itu, merayakan ulang tahun hanyalah kelaziman orang kafir. Satu-satunya ulang tahun yang kita baca di Perjanjian Baru adalah ulang tahun Herodes Antipas (lihat Matius 14:6). Dan gereja pada jaman itu tidak merayakan kelahiran Yesus melainkan kebangkitan-Nya. Baru sekitar abad ke-3, umat Kristen di Mesir mulai merayakan Natal. Tanggal yang digunakan adalah 6 Januari, bertepatan dengan suatu hari raya umum.

Gereja di Roma baru mulai merayakan Natal pada akhir abad ke-4, dan tanggal yang dipilih adalah 25 Desember. Pemilihan tanggal tersebut adalah untuk memberi isi yang baru kepada perayaan kafir yang menyambut kembalinya matahari ke belahan bumi bagian utara. Tidak lama kemudian kebiasaan merayakan Natal pada tanggal 25 Desember itu pun ditiru oleh gereja-gereja di tempat lain. Dan hingga sekarang, Natal dirayakan setiap tanggal 25 Desember oleh hampir semua gereja.

Anak Sekolah Minggu yang kritis mungkin akan bertanya: Jika demikian kenapa kita tidak menghitung ulang atau mengikuti perhitungan Klemens, yaitu merayakan Natal pada tanggal 20 Mei saja?

Dengan segala kerendahhatian dan tidak ada maksud untuk menggurui, berikut adalah beberapa hal yang saya bisa bagikan dan barangkali bisa dijadikan contoh jawaban atas pertanyaan semacam itu: Perhitungan Klemens menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 20 Mei, namun itu pun belum pasti benar. Kenapa kita harus menggunakan tanggal yang kebenarannyapun masih diragukan?

Secara umum, sudah berlangsung selama berabad-abad, Natal dirayakan pada bulan Desember, tepatnya pada tanggal 25 Desember, kenapa kita harus menetapkan tanggal perayaan sendiri, yang lain daripada yang lain?

Kekeliruan perhitungan ini pastilah ada campur tangan dan atas ijin Allah, karena hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan orang untuk lebih mengutamakan atau lebih tepatnya mengkeramatkan tanggal tertentu lebih daripada yang lain; yang akhirnya justru akan melupakan bahwa rahmat, kasih dan anugerah-Nya selalu baru dan terlimpah setiap hari. Sebagai perbandingan kita dapat melihat bahwa peringatan akan Kematian Kristus atau Paskah, bukan ditentukan oleh tanggal tertentu tetapi oleh hari.

Atau perhitungan satu hari yang kita pakai sekarang, yaitu pagi-malam, yang berubah dari catatan perhitungan satu hari yang Allah berikan (lihat Kejadian 1:5, 8, 13, dst ". jadilah petang, jadilah pagi, itulah hari ..")

Bukankah kenyataannya selama ini juga sudah berlangsung, bahwa banyak gereja yang melaksanakan perayaan Natal tidak tepat pada tanggal 25 Desember?

Kesalahan tanggal dalam merayakan hari Natal, tidak akan berpengaruh terhadap iman kepercayaan dan keselamatan kita. Yang lebih utama dan terutama harus dipikirkan, ditekankan dan diajarkan dalam perayaan Natal adalah hadiah atau komitmen apa yang akan kita berikan sebagai persembahan kepada Kristus, pada saat kita memperingati hari kelahiran-Nya?

Jadi sekarang kreatifitas guru dan waktu (usia) yang tepat diperlukan untuk mengajarkan hal ini kepada anak-anak Sekolah Minggu, agar tidak membuat mereka justru menjadi bingung dan akhirnya kehilangan arti/makna yang sesungguhnya dari inkarnasi Kristus ke dunia ini.

PENDAPAT 2:

Pada dasarnya adalah benar, terjadi kekeliruan estimasi kelahiran Yesus dalam penetapan tahun masehi. Tapi penetapan tahun masehi sendiri sebenarnya tidak dibutuhkan hanya saja dilakukan.

Mengenai natal dirayakan tanggal 25 Desember. Sebenarnya kita tidak merayakan "tanggal kelahiran Yesus" atau "ulang tahun Yesus." Yang kita rayakan adalah bahwa dalam kalender liturgi, dalam satu tahun perayaan Gereja, kita menempatkan satu hari khusus untuk refleksi dan memperingati peristiwa inkarnasi.

Kedua, peristiwa-peristiwa liturgis tidak mengimplikasikan ulang tahun atau peringatan sebagaimana dikonsepsi secara sekular. Misalnya saja, walau setiap tahun kita merayakan paskah, tapi setiap hari minggu dan ekaristi pun kita merayakan paskah kembali dan kembali lagi. Suatu anamnesis, seperti kita selalu aklamasikan pada saat doa syukur agung "Kristus sudah wafat, Kristus sudah bangkit, Kristus akan kembali."

Satu hal yang perlu dijelaskan adalah istilah "Anamnesis" ini. Kita tidak punya padanan kata yang tepat untuk ini. Anamnesis, berarti mengingat kembali tapi bukan hanya suatu peringatan abstrak dalam awang2. Suatu anamnesis menghadirkan kembali peristiwa tersebut secara aktual, atau sebaliknya, kita dibawa kembali ke dalam peristiwa tersebut sehingga menjadi partisipan nyata peristiwa historis tersebut. Dan ketika Yesus berkata pada saat perjamuan terakhir ketika Ia menyuruh para rasul untuk merayakan peringatan perjamuan tersebut, Ia menggunakan kata "anamnesis" untuk peristiwa maha-penting ini. Kitab Septuaginta juga menggunakan kata anamnesis menyangkut peringatan akan perjanjian-perjanjian yang diikat Allah dengan Israel.

Ketiga, Natal dirayakan di berbagai tempat pada tanggal yang berbeda. Pada awalnya Gereja hanya memperingati Epifani, perayaan penampakan Tuhan. Tiga peristiwa utama in one: 1) kelahiran Yesus, 2) kedatangan para majus, masa kanak-kanak Yesus dan berpuncak pada 3) baptisan Yesus, pada tanggal 6 Januari.

Kemudian Gereja di Barat mulai memisahkan pesta kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember, mungkin sebagai counter terhadap budaya pagan. Natal lebih sebagai awal dari masa Natal yang berpuncak pada Epifani. Pentingnya Natal digarisbawahi baru pada masa reformasi Protestan, ketika mereka awalnya menolak Natal dengan peyorasi sebagai bentuk keterikatan kepada Paus. Gereja Katolik melawan dengan memberikan penekanan religius kepada Natal.

Sekarang ini, Epifani di Gereja Barat malah hidup dibawah bayang-bayang Natal, suatu hal yang amat disayangkan dan menciptakan kekeliruan mengenai Natal sebagai hari kelahiran Yesus dalam arti "ulang tahun", tanpa referensi kepada Epifani.

Gereja Ortodoks, Oriental dan Katolik Timur, umumnya tidak merayakan Natal secara tersendiri tapi masih menggabungkan perayaan kelahiran Yesus dalam Epifani.

Jadi...seharusnyalah kelahiran Yesus itu kita rayakan dalam keseharian hidup kita melalui perkataan, tindakan dan perkataan yang memuliakan Nya. Tuhan Memberkati.

[Diambil dari berbagai sumber]

Cerita Natal: Kasih Bapa

Beberapa tahun yang lalu, ada seorang duda yang sangat kaya. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang sangat ia kasihi dan memiliki kegemaran yang sama dengannya yaitu mengkoleksi lukisan-lukisan terkenal. Mereka berkeliling dunia untuk mencari dan mengumpulkan lukisan-lukisan itu. Karya-karya tak ternilai dari Picasso, Van Gogh, Monet dan banyak lainnya menghiasi dinding rumah mereka. Duda itu sangat bangga dengan keahlian anaknya memilih karya-karya bermutu.

Ketika musim dingin tiba, perang melanda negeri mereka. Anak muda itu pergi untuk membela negerinya. Setelah beberapa minggu, ayahnya menerima telegram bahwa anaknya telah hilang. Kolektor seni itu dengan cemas menunggu berita berikutnya, dan ternyata yang dicemaskan terjadi, anaknya telah tewas ketika sedang merawat seorang temannya yang terluka. Keinginan untuk merayakan Natal bersama anaknya sirna sudah. Ia merasa sedih dan kesepian.

Pada hari Natal pagi hari, terdengar ketokan di pintu yang membangunkan orang tua itu. Ketika ia membuka pintu, seorang serdadu berdiri di depannya dengan membawa bungkusan besar. Serdadu itu memperkenalkan diri, "Saya adalah teman anak bapak. Saya adalah orang yang sedang diselamatkannya ketika ia tewas. Bolehkah saya masuk sebentar? Ada sesuatu yang ingin saya perlihatkan." Serdadu itu menuturkan bahwa anak orang tua itu telah menceritakan padanya kecintaannya, juga ayahnya, pada barang-barang seni.


"Saya adalah seorang seniman," kata serdadu itu, "dan saya ingin memberikan pada Anda barang ini." Dibukanya bungkusan yang dibawanya itu dan ternyata di dalamnya ada lukisan foto anak orang tua itu. Memang bukan karya yang sangat bagus dibandingkan dengan lukisan-lukisan yang telah dimilikinya. Tetapi lukisan itu cukup rinci menggambarkan wajah anaknya. Dengan terharu orang tua itu memajang lukisan itu di atas perapian, menyingkirkan lukisan-lukisan lain yang bernilai ribuan dolar.

Pada hari-hari berikutnya, orang tua itu menyadari bahwa walaupun anaknya tak berada lagi di sisinya ia tetap hidup dihatinya. Ia bangga mendengar anaknya telah menyelamatkan puluhan serdadu yang terluka sampai sebuah peluru merobek jantungnya. Lukisan foto anaknya itu menjadi miliknya yang paling berharga.

Pada musim semi berikutnya, orang tua itu sakit dan meninggal. Koleksi lukisannya akan dilelang. Dalam surat wasiatnya orang tua itu mengatakan bahwa lukisan-lukisan itu akan dilelang pada hari Natal, hari orang tua itu menerima lukisan yang paling disayanginya itu. Penggemar seni di seluruh dunia menunggu saat pelelangan itu.


Saat yang dinantikan itu pun tiba. Penggemar seni berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Lelang dimulai dengan lukisan yang tak ada dalam daftar di museum di seluruh dunia, yaitu lukisan anak orang tua itu. Juru lelang bertanya, "Siapa yang akan mulai dengan penawaran?" Ruangan itu sunyi. Juru lelang melanjutkan, "Siapa yang akan mulai penawaran dengan $100?" Menit-menit berlalu dan tak ada seorang pun yang berbicara. Terdengar suara protes, "Siapa yang berminat pada lukisan tak bermutu itu? Itu hanya lukisan foto anak orang tua itu. Lupakan saja lukisan itu dan lanjutkan dengan lukisan-lukisan lain yang bermutu." Terdengar suara-suara yang menyetujui usul itu. "Tidak, kita harus menjual ini terlebih dahulu," kata juru lelang. Akhirnya, seorang tetangga orang tua itu berkata, "Bagaimana kalau saya menawarnya sepuluh dolar. Saya hanya punya uang sebanyak itu. Karena saya kenal baik anak itu, saya ingin memilikinya." Juru lelang itu bertanya, "Ada yang menawar lebih tinggi?" Kembali ruangan sunyi. "Kalau begitu saya hitung, satu, dua, . tiga, jadilah." Tepuk tangan terdengar riuh di ruangan itu, dan terdengar suara, "Nah, akhirnya kita sampai pada pelelangan harta yang sebenarnya." Tetapi juru lelang itu mengumumkan pelelangan telah selesai. Seseorang memprotes dan bertanya, "Apa maksud Anda? Di sini ada koleksi lukisan yang bernilai jutaan dolar dan Anda mengatakan telah selesai. Kita datang kesini bukan untuk lukisan anak orang tua itu. Saya ingin ada penjelasan." Juru lelang itu menjawab, "Ini sangat sederhana. Menurut surat wasiat orang tua itu, siapa yang memilih anaknya . akan mendapat semuanya."

Memang, pesan pada hari Natal itu sama seperti yang disampaikan pada kita selama berabad-abad: Kasih seorang Bapa pada Anak-Nya yang telah mengorbankan diri untuk menyelamatkan orang lain. Dan karena kasih Bapa itu, siapa yang menerima Anak-Nya akan menjadi ahli waris-Nya dan menerima seluruhnya.

Yohanes 1:12 - Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;

Galatia 4:7 - Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.

(dari berbagai sumber)

Monday, December 06, 2010

Narnia: The Voyage of the Down Treader


The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader adalah film ketiga dari seri petualangan The Chronicles of Narnia yang diadptasi dari novel yang ditulis oleh C. S. Lewis. Untuk The Voyage of the Dawn Treader, yang akan duduk di bangku sutradara adalah Michael Apted, yang sebelumnya pernah menyutradarai film televisi, Rome.

Kali ini berkisah tentang Edmund dan Lucy Pevensie, bersama dengan sepupu mereka, Eustace Scrubb – masuk kedalam lukisan ke sebuah kapal menuju ujung dunia Narnia yang sangat fantastis.

Kembali bergabung bersama teman-teman prajurit kerajaan Pangeran Caspian dan tikus Reepicheep, mereka menuju misi misterius ke Kepulauan Lone. Perjalanan penuh magis ini akan menguji hati dan semangat ketiganya menghadapi penyihir Dufflepuds, seorang pedagang budak yang jahat, raungan naga serta putri duyung yang memesona.

Selain dibantu oleh rakyatnya, ia juga dibantu oleh Lucy dan Edmund juga sepupu mereka, Eustace Clarence Scrubb, anak yang selalu bertingkah yang sering membuat kesal semua penumpang Dawn Treader.

Dari Cair Paravel, mereka berlayar menuju Galma, Terebinthia, Seven Isles, Lone Island, dan pulau-pulau lain seperti Dragon Island, Death Water Island, dan Star Island. Di Star Island, mereka bertemu dengan seorang Bintang Timur Narnia yang telah Pensiun; ia bernama Ramandu.

Mereka terus berpetualang ke Ujung Dunia dan mencoba pergi ke Negeri Aslan, yang terletak jauh tinggi di atas Ujung Dunia. Tidak ada yang pernah ke sana, selain Reepicheep, seekor Tikus berbicara yang pemberani. Ia satu-satunya karakter dalam Narnia yang tidak mengalami kematian. Edmund, Lucy, dan Eustace pun berkesempatan melihat Aslan yang mengantar mereka bertiga pulang kembali ke London, sedang di Narnia, Caspian X diberikan gelar ‘Caspian Sang Navigator’.

Nama-nama lama seperti Ben Barnes, Eddie Izzard, dan Skandar Keynes kembali memerankan peran mereka di seri sebelumnya. Michael Apted sendiri menggantikan posisi sutradara Andrew Adamson yang di seri ini lebih memilih untuk duduk di bangku produser.

20th Century Fox, yang mengambil alih proses distribusi film ini dari tangan Walt Disney Pictures. Rilis The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader pada 10 Desember 2010.

Ketika menonton film ini dalam format 3D tanpa text, memang sangat mengasyikkan dan seperti kita ikut terlibat dalam petualangan yang mendebarkan. Film ini cocok untuk semua umur walaupun akan terasa agak 'berat' buat mereka.